5 Jun 2019

Degradasi Tata Krama



"Selamat Siang Pak, ada yang bisa dibantu?"
"Oom Henponya Oom Boleh.. dilihat dulu aja"
"Parfumnya Kakaaaa.. semerbak Kakaaaa…"
"Bundaa... mampir dulu lagi diskon Bun... boneka lucu buat si kecil"
Sering dengar kan ya… Sapaan bersahabat sosok security saat kita masuk ke dalam bank atau teguran halus dari para SPG dan Sales di sebuah mal yang mencoba menebar rayuan supaya kita mampir dan membeli produk mereka, semua dilakukan atas nama mendapatkan perhatian dari kita yang dalam kehidupan sehari hari, sudah cukup ruwet direpotkan dengan segala hal.
Sayapun terus melenggang menuju sebuah Coffee shop di dalam sebuah mall terkenal di Jakarta selatan, setelah membeli segelas Teh beraroma chamomile (maaf saya ngga ngopi) dan plain croissant, saya membuka laptop dan duduk sambil mencari inspirasi.
Celoteh para pengunjung terdengar di kiri kanan kuping saya, sekumpulan remaja membicarakan urusan artis korea dan beberapa pria memperdebatkan (lagi lagi) urusan politik di negeri ini.
“kalau gua sih yakin Jok*wi bisa jadi lagi, soalnya kan ada Megaw*ti dan Surya Pa*oh, belom lagi Sri Mulya*i, Yusuf Ka*a, Muhaim*n, bla bla bla…
Nyeessss.. kurang lebih begitulah bunyi rasa sesak di ujung hati saya, saat mendengar celotehan sekumpulan orang berpakaian bak esekukutif muda di meja sebelah.
Apa yang salah dengan mereka? Guman saya dalam hati
Mereka bukan anak kecil, dari cara berpakaian dan gadget yang terus menerus berada di dalam genggamanpun sudah bisa menunjukan strata sosial dan ekonomi mereka bukan berada di level yang berkekurangan.
Kalaupun mereka bukan anak kecil, sayapun sejujurnya ga tua tua amat (sorry ye.. kenyataanya emang begitu wkwkw…) , tapi jelas mereka dan saya minimal sudah pernah merasakan punya  4 atau 5 presiden di republik ini, selama perjalanan hidup mereka… dan saya.
Pak Harto, Gus Dur, Bu Megawati, Pak Habibie, Pak SBY dan sekarang Pak Jokowi
Saya jadi teringat waktu kecil, begitu marahnya bapak saya yang seorang tentara, saat saya menyebut nama kakak saya tanpa menggunakan embel embel “Mas” di depan namanya.
“kamu itu adiknya, harus sopan, kalau manggil kakakmu harus pakai Mas!”
Mak Nyuuus… boro boro ngelawan, saya hanya diam seribu bahasa, dan sejak itu, kata “Mas” pun selalu menjadi nama depan kakak saya.
That’s what we call it “Brand Equity” alias The Value of having a well known brand name… kata pakar marketing di seluruh dunia.
hmm... guman saya dalam hati… untung saya bukan barang ya…
Bisa bayangin nggak, kalau saya masuk bank atau toko, para Sekuriti atau SPG yang semlohay itu akan manggil nama saya.. 

“Selamat Siang Nyeet, ada yang bisa dibantu?” Atau 
“mampir dulu “nyet” henponya lagi diskon” atau  NYAT NYET NYAT NYET Lainya…
Wuaduuh… Mo Tarok dimana muke gw yang kece ini didepan orang banyak… ahahaha…
“Lack of Respectation” atau lebih tepat disebut “Moral Degradation” yang dalam bahasa gampangnya bisa dibilang “Kagak punya Sopan Santun” sudah Sah menjadi Trend yang halal hukumnya di ikuti oleh seluruh generasi di negeri ini.
Tidak pandang bulu, rambut dan kuku, strata sosial, ekonomi dan intelektual, bahkan rentang usiapun tak lagi bisa memagari batas kesopanan dan norma norma berkehidupan yang jelas tertulis  dan tidak tertulis.
Coba Panggil Guru kita disekolah tanpa pakai kata depan Ibu atau bapak *contoh: “Nita, saya minta ijin ke toilet” atau panggil Boss kita di kantor seperti ini “Darmin, saya hari ini izin pulang cepat ya”
Saya jamin, ngga sampai 10 menit, kita pasti bisa merasakan akibatnya ^_^
“Brand Equity” sebagai sumber dari segala sumber kekuatan sebuah produk untuk memiliki eksistensi dan kepercayaan publik, memang terbukti sakti mempengaruhi pola persaingan di pasar.
Trend global dan cepatnya perkembangan teknologi informasi juga ikut andil berkontribusi, atau lebih tepat (secara spesifik) memporak porandakan tatanan norma norma di segala sudut kehidupan.
Tidak perlu lagi membangun karakter dalam waktu lama, hanya dalam tempo cepat dan murah, sebuah produk atau sesosok manusia bisa langsung melejit ke puncak popularitas, hanya dengan strategi sederhana bernama “Kontroversial”
Old Skool ya saya? Kolot? Atau cara mikirnya jadul?
Terserah mau dibilang apa, yang jelas (menururt saya), Saat kita “TERBIASA” meninggalkan norma kesopanan dan Tata karma, maka sejak itu pula kita akan cenderung merasa lebih superior dan meremehkan segala suatu.
Bagaimana mungkin kita bisa “Upgrade” diri kita sendiri, kalau kita tidak bisa melihat mana yang baik dan buruk? Mana yang sopan dan mana yang koplak? Mana yang benar dan mana yang Hoax?
Jangankan bisa bekerja lebih baik dari orang lain, yang pasti sih akan jadi jagoan teori dan lebih pinter mencibir tentang hasil karya orang lain.
Lah gimana? Di Jaman Now ini, ngga perlu lagi susah susah belajar dan berpikir, apalagi mempertimbangkan Tata Krama sebagai referensi tambahan,  hanya dengan ngetik di search engine, kita udah bisa tau segala hal, mulai dari masak nasi goreng sampai cara ngirim orang ke bulan.
Tapi apa iya kalau kita disuruh masak nasi goreng, rasanya akan se enak nasi goreng langganan di tikungan komplek?  Apalagi kalau disuruh mikir pergi ke bulan gaeeess… boro boro
Pinter itu Relative ! Goblik itu Mutlak ! Setuju?
Marketing Strategy adalah sebuah Tools yang tidak akan pernah berhenti mencari cara baru untuk mendorong sebuah wujud menjadi Populer! Itu sudah pasti.
Percuma Dilawan… di bawa santai ajah :p
Tata Krama dan Kesopanan justru akan tetap berdiri Tegak di tempatnya, dan jangan pernah berharap akan berubah wujud  menjadi bentuk yang lain.
Dalam Konteks Politik, kelompok Oposisi jelas akan meng”halal”kan segala cara untuk merobohkan lawanya dengan berjuta rencana.
Jangan harap Tata Krama dari mereka, Selama mereka masih lapar mencari kuasa, Tata Boga dan Tata Kata lah yang akan jadi panutan utama.
Kita memang ngga bisa berharap orang akan “Respect” kepada kita… iya kan?
Tapi inget ya… kalau kita ngga punya rasa Respect sama orang (apalagi yang lebih tua), kita juga ngga ada bedanya sama mereka yang ngga punya Tata Krama.
Marah ngga, kalau bapak kita di sebut namanya tanpa sopan santun? Hei.. kau anaknya Indro ya?
Marah ngga, kalau ada orang yang titip pesan ke ibu kita dengan cara “ titip pesen sama si Nia ya”
Langit terang berganti warna menjadi ke emasan saat Saya akhirnya menyudahi “tongkrongan” di coffe shop dengan tersenyum
“Untung saya dididik untuk menghormati orang lain… siapapun itu”
“Untung saya punya teman teman yang masih manggil saya Mas, Dek, Oom, Broh”
“Untung para SPG masih manggil saya.. Kakaak... Boleh Kakak Boleh Kakak”
Sekali lagi… saya ngga bisa bayangin kalau Tata Krama sudah punah dari dunia
Mungkin saya akan ikut ikutan manggil kamu… Halo Nyeeet… kamu apa kabar siiih…

Manggil pacar aja pake istilah “Beeibb… Saay.. honeey… Cintakuuh…” masak panggil Presiden Cuma namanya doang…  situ okeee ?
Middle 2019
JOEY Bee
Panggil saya Nyet, jangan marah kalau tak tendang


1 komentar:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    www.arenakartu.cc
    100% Memuaskan ^-^

    BalasHapus