"Selamat Siang Pak, ada yang bisa
dibantu?"
"Oom Henponya Oom Boleh.. dilihat
dulu aja"
"Parfumnya Kakaaaa.. semerbak
Kakaaaa…"
"Bundaa... mampir dulu lagi diskon
Bun... boneka lucu buat si kecil"
Sering dengar kan ya… Sapaan
bersahabat sosok security saat kita masuk ke dalam bank atau teguran halus dari
para SPG dan Sales di sebuah mal yang mencoba menebar rayuan supaya kita mampir
dan membeli produk mereka, semua dilakukan atas nama mendapatkan perhatian dari
kita yang dalam kehidupan sehari hari, sudah cukup ruwet direpotkan dengan
segala hal.
Sayapun terus melenggang menuju
sebuah Coffee shop di dalam sebuah mall terkenal di Jakarta selatan, setelah
membeli segelas Teh beraroma chamomile (maaf saya ngga ngopi) dan plain croissant,
saya membuka laptop dan duduk sambil mencari inspirasi.
Celoteh para pengunjung terdengar
di kiri kanan kuping saya, sekumpulan remaja membicarakan urusan artis korea
dan beberapa pria memperdebatkan (lagi lagi) urusan politik di negeri ini.
“kalau gua sih yakin Jok*wi bisa
jadi lagi, soalnya kan ada Megaw*ti dan Surya Pa*oh, belom lagi Sri Mulya*i,
Yusuf Ka*a, Muhaim*n, bla bla bla…
Nyeessss.. kurang lebih begitulah
bunyi rasa sesak di ujung hati saya, saat mendengar celotehan sekumpulan orang
berpakaian bak esekukutif muda di meja sebelah.
Apa yang salah dengan mereka? Guman
saya dalam hati
Mereka bukan anak kecil, dari
cara berpakaian dan gadget yang terus menerus berada di dalam genggamanpun
sudah bisa menunjukan strata sosial dan ekonomi mereka bukan berada di level
yang berkekurangan.
Kalaupun mereka bukan anak kecil,
sayapun sejujurnya ga tua tua amat (sorry ye.. kenyataanya emang begitu wkwkw…)
, tapi jelas mereka dan saya minimal sudah pernah merasakan punya 4 atau 5 presiden di republik ini, selama
perjalanan hidup mereka… dan saya.
Pak Harto, Gus Dur, Bu Megawati,
Pak Habibie, Pak SBY dan sekarang Pak Jokowi
Saya jadi teringat waktu kecil, begitu
marahnya bapak saya yang seorang tentara, saat saya menyebut nama kakak saya
tanpa menggunakan embel embel “Mas” di depan namanya.
“kamu itu adiknya, harus sopan, kalau
manggil kakakmu harus pakai Mas!”
Mak Nyuuus… boro boro ngelawan,
saya hanya diam seribu bahasa, dan sejak itu, kata “Mas” pun selalu menjadi
nama depan kakak saya.
That’s what we call it “Brand
Equity” alias The Value of having a well known brand name… kata pakar marketing di seluruh dunia.
hmm... guman saya dalam hati…
untung saya bukan barang ya…
Bisa bayangin nggak, kalau saya
masuk bank atau toko, para Sekuriti atau SPG yang semlohay itu akan manggil
nama saya..
“Selamat Siang Nyeet, ada yang bisa dibantu?” Atau
“mampir dulu “nyet”
henponya lagi diskon” atau NYAT NYET
NYAT NYET Lainya…
Wuaduuh… Mo Tarok dimana muke gw
yang kece ini didepan orang banyak… ahahaha…
“Lack of Respectation” atau lebih
tepat disebut “Moral Degradation” yang dalam bahasa gampangnya bisa dibilang “Kagak
punya Sopan Santun” sudah Sah menjadi Trend yang halal hukumnya di ikuti oleh
seluruh generasi di negeri ini.
Tidak pandang bulu, rambut dan
kuku, strata sosial, ekonomi dan intelektual, bahkan rentang usiapun tak lagi
bisa memagari batas kesopanan dan norma norma berkehidupan yang jelas tertulis dan tidak tertulis.
Coba Panggil Guru kita disekolah
tanpa pakai kata depan Ibu atau bapak *contoh: “Nita, saya minta ijin ke toilet”
atau panggil Boss kita di kantor seperti ini “Darmin, saya hari ini izin pulang
cepat ya”
Saya jamin, ngga sampai 10 menit,
kita pasti bisa merasakan akibatnya ^_^
“Brand Equity” sebagai sumber
dari segala sumber kekuatan sebuah produk untuk memiliki eksistensi dan
kepercayaan publik, memang terbukti sakti mempengaruhi pola persaingan di
pasar.
Trend global dan cepatnya perkembangan
teknologi informasi juga ikut andil berkontribusi, atau lebih tepat (secara
spesifik) memporak porandakan tatanan norma norma di segala sudut kehidupan.
Tidak perlu lagi membangun
karakter dalam waktu lama, hanya dalam tempo cepat dan murah, sebuah produk
atau sesosok manusia bisa langsung melejit ke puncak popularitas, hanya dengan
strategi sederhana bernama “Kontroversial”
Old Skool ya saya? Kolot? Atau cara
mikirnya jadul?
Terserah mau dibilang apa, yang
jelas (menururt saya), Saat kita “TERBIASA” meninggalkan norma kesopanan dan Tata
karma, maka sejak itu pula kita akan cenderung merasa lebih superior dan
meremehkan segala suatu.
Bagaimana mungkin kita bisa “Upgrade”
diri kita sendiri, kalau kita tidak bisa melihat mana yang baik dan buruk? Mana
yang sopan dan mana yang koplak? Mana yang benar dan mana yang Hoax?
Jangankan bisa bekerja lebih baik
dari orang lain, yang pasti sih akan jadi jagoan teori dan lebih pinter mencibir
tentang hasil karya orang lain.
Lah gimana? Di Jaman Now ini, ngga
perlu lagi susah susah belajar dan berpikir, apalagi mempertimbangkan Tata Krama
sebagai referensi tambahan, hanya dengan
ngetik di search engine, kita udah bisa tau segala hal, mulai dari masak nasi
goreng sampai cara ngirim orang ke bulan.
Tapi apa iya kalau kita disuruh
masak nasi goreng, rasanya akan se enak nasi goreng langganan di tikungan
komplek? Apalagi kalau disuruh mikir
pergi ke bulan gaeeess… boro boro
Pinter itu Relative ! Goblik itu
Mutlak ! Setuju?
Marketing Strategy adalah sebuah
Tools yang tidak akan pernah berhenti mencari cara baru untuk mendorong sebuah
wujud menjadi Populer! Itu sudah pasti.
Percuma Dilawan… di bawa santai
ajah :p
Tata Krama dan Kesopanan justru
akan tetap berdiri Tegak di tempatnya, dan jangan pernah berharap akan berubah
wujud menjadi bentuk yang lain.
Dalam Konteks Politik, kelompok
Oposisi jelas akan meng”halal”kan segala cara untuk merobohkan lawanya dengan
berjuta rencana.
Jangan harap Tata Krama dari mereka,
Selama mereka masih lapar mencari kuasa, Tata Boga dan Tata Kata lah yang akan
jadi panutan utama.
Kita memang ngga bisa berharap
orang akan “Respect” kepada kita… iya kan?
Tapi inget ya… kalau kita ngga punya
rasa Respect sama orang (apalagi yang lebih tua), kita juga ngga ada bedanya
sama mereka yang ngga punya Tata Krama.
Marah ngga, kalau bapak kita di
sebut namanya tanpa sopan santun? Hei.. kau anaknya Indro ya?
Marah ngga, kalau ada orang yang
titip pesan ke ibu kita dengan cara “ titip pesen sama si Nia ya”
Langit terang berganti warna
menjadi ke emasan saat Saya akhirnya menyudahi “tongkrongan” di coffe shop
dengan tersenyum
“Untung saya dididik untuk
menghormati orang lain… siapapun itu”
“Untung saya punya teman teman
yang masih manggil saya Mas, Dek, Oom, Broh”
“Untung para SPG masih manggil
saya.. Kakaak... Boleh Kakak Boleh Kakak”
Sekali lagi… saya ngga bisa bayangin
kalau Tata Krama sudah punah dari dunia
Mungkin saya akan ikut ikutan
manggil kamu… Halo Nyeeet… kamu apa kabar siiih…
Manggil pacar aja pake istilah “Beeibb…
Saay.. honeey… Cintakuuh…” masak panggil Presiden Cuma namanya doang… situ okeee ?
Middle 2019
JOEY Bee
Panggil saya Nyet, jangan marah
kalau tak tendang
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
BalasHapusSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
www.arenakartu.cc
100% Memuaskan ^-^